Tidak semua yang Saya tulis adalah Saya, tidak semua yang Kamu baca adalah Kamu

Rabu, 13 Maret 2013

WHO AM I?


me?
…....
.....
...
Nama lengkap saya : Shofa Nidapuspita
Tapi karena saya pink holic lebih suka manggil saya dengan sebutan "pink
Salah satu alasan kenapa saya suka warna pink, karena bagi saya cocok banget dg kepribadian saya (lembut, lucyu, ngegemesin kalo orang liat bawaannya geregeeettt deh) hahaaa Narsis abiss. ;)
Okay, next, saya adalah anak bungsu dari 3 bersaudara. Saya lahir di sebuah kota di jawa timur tepatnya di Banyuwangi (Banyuwangi the sunrise of java) pastinya pernah denger dong. YES anda benar Banyuwangi si kota Gandrung. Saya lahir di Banyuwangi tepatnya, pada tanggal 09 November 1992.
Home
Saya tinggal di Banyuwangi juga, dari masih jabang bayi ampek gede yaaa muterr^^ dibanyuwangi aja namanya juga cinta tanah kelahiran hahaa,,
padahal sih gag dapet ijin bwt keluar kota :D . Ada 3 macam darah yang mengalir ditubuh saya, campuran dari Jawa, Madura dan Using. Using itu bahasa asli daerah Banyuwangi bagian selatan dan barat. Berhubung saya tinggal di Banyuwangi Kota berada ditengah^^ antara Banyuwangi Timur, barat, selatan dan utara jd harap maklum klo saya gag bisa bahasa Using hahaa bisa sih paling cuma 5% :D, jangankan using bahasa jawanya aja  masih belepotan apa lagi bahasa madura wahh tambah parahh gag bisa sama sekali. Yg paling diherankan dr saya padahal saya gag ada darah solo, Tp kenapa setiap orang yg kenal sama saya pasti ngiranya saya asli orang solo. Jauh^^an banget gitu lo,,,,,
Yaaa gag heran juga sihh, jangankan orang lain, saudara^^ saya aja heran kenapa dalam keluarga saya beda sendiri...
AaHhhh jadii kepikiran kalo giniii :( sudahlahh Posthink aja :D
Sejarah pendidikan
Saya mulai masuk TK disaat usia saya 6 tahun. Ya, terlalu terlambat untuk masa saya saat itu. Karena sepertinya teman2 saya baru berusia 5 tahun. Tapi ini sudah masuk dalam planning pendidikan yang dibuat oleh orang tua saya. And see? Mereka berhasil ;)
SD saya di SDN 3 Kepatihan, masih di Banyuwangi. Lalu melanjutkan SMP  di SMP Negeri 2 Banyuwangi.
Selanjutnya, saya melanjutkan pendidikan saya di SMA Negeri 1 Banyuwangi. Dan saat ini saya sedang menempuh pendidikan D3 Kebidanan di STIKES Banyuwangi. detail tentang ini kamu bisa baca di dalam blog saya ini. Cari ya ;)
oh ya, masih mau tau yg lain? ada 1 subpages tambahan disini (bisa langsung klik di point di bawah ini)
silahkan di klik, baca, dan berikan komentar jika berkenan.
Mungkin ada ‘rasa’ yang sama. atau mungkin kisah hidup? hehe.. who knows?
I hope you enjoy my words, like I enjoyed writing it :)
see yaa ;)


Selasa, 12 Maret 2013

Nona Hijab

I make it so that my hijab matches my shoes and so my shoes match my shirt and so my shirt matches the color of my eyes. But does my hijab match my heart? With all the holes in it and its imperfection that attracts attention, my heart doesn’t want to coordinate with my hijab.
No, my heart does not coordinate with my imperfect hijab.
I ask Allah (swt) to protect my hijab.


Photobucket

Selasa, 05 Maret 2013

Mengenal Metode Lovaas



“Salah satu metoda intervensi dini yang banyak diterapkan di Indonesia adalah modifikasi perilaku atau lebih dikenal sebagai metoda Applied Behavioral Analysis (ABA).”


Kelebihan metode Lovaas dibanding metode lain adalah sifatnya yang sangat terstruktur, kurikulumnya jelas, dan keberhasilannya bisa dinilai secara obyektif. Penatalaksanaannya dilakukan 4 – 8 jam sehari.

Melalui metode ini, anak dilatih melakukan berbagai macam keterampilan yang berguna bagi hidup bermasyarakat. Misalnya berkomunikasi, berinteraksi, berbicara, berbahasa, dll. Namun yang pertama-tama perlu diterapkan adalah latihan kepatuhan. Hal ini sangat penting agar mereka dapat mengubah perilaku seenaknya sendiri (misalnya memaksakan kehendak) menjadi perilaku yang lazim dan diterima masyarakat. Maklumlah, bila latihan ini tidak dijalankan secara konsisten, maka perilaku itu akan sulit diubah. Bila sudah dewasa nanti anak seperti itu acapkali akan dikatakan kurang mengenal sopan-santun.

Di Indonesia metode modifikasi ini lebih dikenal sebagai Metode Lovaas (nama orang yang mengembangkannya) .

Terapi Applied Behavior Analysis atau ABA sering digunakan untuk penanganan anak autistik. Terapi ini sangat representatif bagi penanggulangan anak spesial dengan gejala autisme. Sebab, memiliki prinsip yang terukur, terarah dan sistematis; juga variasi yang diajarkan luas; sehingga dapat meningkatkan keterampilan komunikasi, sosial dan motorik halus maupun kasar.

Terapi ABA adalah metode tatalaksana perilaku yang berkembang sejak puluhan tahun, ditemukan psikolog Amerika, Universitas California Los Angeles, Amerika Serikat, Ivar O. Lovaas (Handojo, 2003:50). Sekitar tahun 1970, ia memulai eksperimen dengan cara mengaplikasikan teori B.F. Skinner, Operant Conditioning. Di dalam teori ini disebutkan suatu pola perilaku akan menjadi mantap jika perilaku itu diperoleh si pelaku (penguat positif) karena mengakibatkan hilangnya hal-hal yang tidak diinginkan (penguat negatif). Sementara suatu perilaku tertentu akan hilang bila perilaku itu diulang terus-menerus dan mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan (hukuman) atau hilangnya hal-hal yang menyenangkan si pelaku (penghapusan).

Dikarenakan anak autistik mengalami gangguan perilaku, maka harus digantikan dengan perilaku-perilaku wajar. Terapi ini adalah aplikasi ilmu pengetahuan mengenai perilaku yang bertujuan meningkatkan atau menurunkan perilaku tertentu, meningkatkan kualitasnya, menghentikan perilaku yang tidak sesuai, dan mengajarkan perilaku-perilaku baru. Terapi ABA mendasarkan proses pengajaran pada pemberian stimulus (intruksi), respon individu (perilaku) dan konsekuensi (akibat perilaku) menjadi sasaran proses pengajaran dan bimbingan.

Secara prinsip, terapi ABA meliputi 3 langkah memecah keterampilan anak autistik menjadi beberapa bagian atau langkah-langkah kecil. Pertama, terstruktur, yakni pengajaran menggunakan teknik yang jelas. Kedua, terarah, yakni ada kurikulum jelas untuk membantu mengarahkan terapi. Ketiga, terukur, yakni keberhasilan dan kegagalan menghasilkan perilaku yang diharapkan, diukur dengan berbagai cara, tergantung kebutuhan.

Materi pengajaran pada anak autistik harus sesuai dengan perkembangan. Misalnya, keterampilan yang lebih mudah diajarkan lebih dulu. Sedangkan, keterampilan rumit jangan dulu diajarkan sebelum anak menguasai syaratnya. Beberapa kurikulum khusus dalam pengelompokkan keterampilan dan kemampuan anak autistik diantaranya:

1. Kemampuan untuk memperhatikan. .
2. Meniru atau imitasi.
3. Memasangkan.
4. Identifikasi.

Terapi Applied Behavior Analysis (ABA) anak autistik, mesti mendasarkan proses pengajaran pada pemberian stimulus (intruksi), respon individu (perilaku) dan konsekuensi (akibat perilaku). Ketika melaksanakan teknik ini, seorang terapis atau helper mesti konsisten memberikan stimulus, respon dan konsekuensi yang diberikan. Selain itu, dibutuhkan juga kemampuan (skill), pengetahuan memadai tentang autisme dan teknik ABA (knowledge). Terakhir, bersikap baik, optimis dan memiliki minat perasaan (sense) terhadap anak spesial autistik sangat menentukan proses terapi yang berkelanjutan.

Sumber: bayangtv.com

MEET ME HERE AND THERE!


Okay, page ini cuma untuk memberi tahukan kepada kalian, bahwa kalian juga dapat menghubungi saya disini :
Tumblr saya ini adalah miniblog yang sangat sering saya update. Sayangnya, tidak semua yang saya post di miniblog ini adalah hasil tulisan saya. kenapa? karena ini adalah miniblog, dan begitu banyak hal yang sederhana yang memang sudah seharusnya disampaikan dengan sederhana, hehe. tapi saya yakin, kamu pasti suka miniblog yang ini. Jadi, jangan sungkan untuk mampir ya ;)
2. TWITTER —> https://twitter.com/ik_nona
Disini kamu bisa tau kegiatan saya sehari-hari (macam artis aja deh, haha), berbagi informasi tentang apasaja, atau saling share quote. so, you just have to follow me! ;)
Ini mah ga perlu dijelaskan kan ya? add me, it will be great to know you ;)
klo yg ini nih fanpage facebook saya..Like ya  ;)
5. GOODREADS —> http://www.goodreads.com/kusebutdirikunona
Kamu bisa add saya disini. Mungkin kita bisa saling share tentang buku yang kita suka. who knows? :)
6. FORMSPRING —> http://www.formspring.me/IKNONA
Well, kamu punya pertanyaan untuk saya? apapun itu, kamu bisa tanya saya disini ;) 

Senin, 04 Maret 2013

MENENTUKAN USIA KEHAMILAN




Menentukan umur hamil sangat penting untuk memperkirakan persalinan. Umur hamil dapat ditetuukan dengan:


1. Mempergunakan rumus Naegle.
Rumus naegele terutama untuk menentukan hari perkiraan lahir (HPL, EDC= Expected Date of Confinement). Rumus ini terutama berlaku untuk wanita dengan siklus 28 hari sehingga ovulasi terjadi pada hari ke 14. Rumus Naegle memperhitungkan umur kehamilan berlangsung selama 288 hari. Perhitungan kasarnya dapat dipakai dengan menentukan hari pertama haid dan ditambah 288 hari, sehingga perkiraan kelahiran dapat ditetapkan.
Rumus Naegle dapat dihitung hari haid pertama ditambah 7 (tujuh) dan bulannya dikurang 3 (tiga)dan Tahun ditambah 1 (satu).
a. Contohnya, haid hari pertama tanggal 11 april 2000, maka penghitungan perkiraan kelahiran adalah 11 + 7 = 18; 4 -3= 1, dan Tahun 2000+1 = 2001, sehingga dugaan persalinan adalah 18 Januari 2001.

b. Seorang ibu hamil memiliki HPHT 15-9-2005 dan diperiksa pada 27-11-2005. Maka umur kehamilan dan hari perkiraan lahir (HPL) adalah:
15-09-2005 = 2 minggu 1hari
31-10-2005 = 4 minggu 3 hari
27-11-2005 = 3 minggu 6 hari
Jumlah 9 minggu 10 hari
Berarti usia kehamilan : 10 minggu 3 hari
Jadi umur kehamilan saat diperiksa adalah 10 minggu 3 hari atau 10 minggu genap.

Cara menghitungnya: 
1 minggu terdiri atas 7 hari.
a. Tanggal 15-09-2005, berarti hari ke-15. Ini sama dengan 2 x 7 hari = 14 hari + 1 hari (2 minggu lebih 1 hari)
b. Bulan Oktober (bulan 10) terdiri atas 31 hari. Ini berarti 4 x 7 hari = 28 hari + 3 hari atau sama dengan 4 minggu lebih 3 hari
c. tanggal 27-11-2005 berarti hari ke-27 sama dengan 3 x 7 hari = 21 hari + 6 hari (3 minggu lebih 6 hari). Sementara HPL dihitung dengan rumus Naegel = Hari + 7, Bulan ¬ 3 = 15 + 7, 9 ¬ 3 jadi HPL = 22-06-2005

Bila mempunyai kalender obstetrik maka usia kehamilan dan HPL dapat dilihat di tabel kalender tersebut.

2. Gerakan pertama fetus.
Dengan memperkirakan terjadinya gerakan pertama fetus pada umur hamil 16 minggu. maka perkiraan umur hamil dapat ditetapkan.

3. Perkiraan tingginya fundus uteri.
a. Mempergunakan tinggi fundus uteri untuk memperkirakan umur hamil terutama tepat pada hamil pertama. Secara tradisional perkiraan tinggi fundus dilakukan dengan palpasi fundus dan membandingkannya dengan beberapa patokan antara lain simfisis pubis, umbilikus, atau prosesus xipoideus. Cara tersebut dilakukan tanpa memperhitungkan ukuran tubuh ibu. Pada kehamilan kedua dan seterusnya perkiraan ini kurang tepat.

Tinggi fundus uteri = Umur kehamilan 
1/3 di atas simfisis = 12 minggu
½ simfisis-pusat = 16 minggu
2/3 di atas simfisis = 20 minggu
Setinggi pusat = 22 minggu
1/3 di atas pusat = 28 minggu
½ pusat-prosesus xifoideus = 34 minggu
Setinggi prosesus xifoideus = 36 minggu
Dua jari (4cm) di bawah prosesus xifoideus = 40 minggu

Perbedaan Usia Kehamilan 8 bulan dengan 10 bulan
8 Bulan hamil
Perut lebih kecil
Epigastrium tegang
Pusat datar
Kepala teraba kecil
Kepala belum masuk PAP

10 bulan hamil
Perut besar
Epigastrium lembek, karena kepala janin masuk PAP
Pusat menonjol
Kepala besar.
Kepala telah masuk PAP

Ketidak akuratan metode ini :
1. Wanita bervariasi pada jarak simfisis pubis ke prosesus xifoid, lokasi umbilikus diantara 2 titik (imajiner) ini.
2. Lebar jari pemeriksa bervariasi antara yang gemuk dan yang kurus.

Keuntungan :
1. Digunakan jika tidak ada Caliper atau pita pengukur.
2. Jari cukup akurat untuk menentukan perbedaan yang jelas antara perkiraan umur kehamilan dengan tanggal dan dengan temuan hasil pemeriksaan dan untuk mengindikasi perlunya pemeriksaan lebih lanjut jika ditemukan ketidak sesuaian dan sebab kelainan tersebut.

b. Metode ini menggunakan alat ukur Caliper.
Caliper digunakan dengan meletakkan satu ujung pada tepi atas simfisis pubis dan ujung yang lain pada puncak fundus. Kedua ujung diletakkan pada garis tengah abdominal. Ukuran kemudian dibaca pada skala cm (centimeter) yang terletak
ketika 2 ujung caliper bertemu. Ukuran diperkirakan sama dengan minggu kehamilan setelah sekitar 22-24 minggu .

Keuntungan :
Lebih akurat dibandingkan pita pengukur terutama dalam mengukur TFU setelah 22-24 minggu kehamilan (dibuktikan oleh studi yang dilakukan Engstrom, Mc.Farlin dan Sitller)

Kerugian :
Jarang digunakan karena lebih sulit, lebih mahal, kurang praktis dibawa, lebih susah dibaca, lebih susah digunakan dibandingkan pita pengukur

c. Menggunakan pita pengukur yang mungkin merupakan metode akurat kedua dalam pengukuran TFU setelah 22-24 minggu kehamilan. Titik nol pita pengukur diletakkan pada tepi atas simfisis pubis dan pita pengukur ditarik melewati garis tengah abdomen sampai puncak. Hasil dibaca dalam skala cm, ukuran yang terukur sebaiknya diperkirakan sama dengan jumlah minggu kehamilan setelah 22-24 minggu kehamilan.

Keuntungan :
Lebih murah, mudah dibawa, mudah dibaca hasilnya, mudah
digunakan dan Cukup akurat

Kerugian :
Kurang akurat dibandingkan caliper

d. Menggunakan pita pengukur tapi metode pengukurannya berbeda. Garis nol pita pengukur diletakkan pada tepi atas simfisis pubis di garis abdominal, tangan yang lain diletakkan di dasar fundus, pita pengukur diletakkan diantara jari telunjuk dan jari tengah, pengukuran dilakukan sampai titik dimana jari menjepit pita pengukur. Sehingga pita pengukur mengikuti bentuk abdomen hanya sejauh puncaknya dan kemudian secara relatif lurus ke titik yang ditahan oleh jari-jari pemeriksa, pita tidak melewati slope anterior dari fundus.

Caranya tidak diukur karena tidak melewati slope anterior tapi dihitung secara matematika sebagai berikut ;
a. Sebelum fundus mencapai ketinggian yang sama dengan umbilikus, tambahkan 4 cm pada jumlah cm yang terukur. Jumlah total centimeternya diperkirakan sama dengan jumlah minggu kehamilan
b. Sesudah fundus mencapai ketinggian yang sama dengan umbilikus, tambahkan 6 cm pada jumlah cm yang terukur. Jumlah total centimeternya diperkirakan sama dengan jumlah minggu kehamilan

Keuntungan :Cukup akurat

Kerugian : 
Rumit, tidak praktis

4.Ultrasonografi
a. Konfirmasi kehamilan. Embrio dalam kantung kehamilan dapat dilihat pada awal kehamilan 51/2 minggu dan detak jantung janin biasanya terobsevasi jelas dalam usia 7 minggu.
b. Mengetahui usia kehamilan. Untuk mengetahui usia kehamilan dapat dengan mengunakan ukuran tubuh fetus—sehingga dapat memperkirakan kapan tanggal persalinan.

Penentuan umur kehamilan dengan ultrasonografi menggunakan 3 cara:
1. Dengan mengukur diameter kantong kehamilan (GS= Gestational Sac) untuk kehamilan 6-12 minggu.
2. Dengan mengukur jarak kepala bokong (GRI= Grown rump Length) untuk umur kehamilan 7-14 minggu.
3. Dengan mengukur diameter biparietal (BPD) untuk kehamilan lebih dari 12 minggu.

sumber
1. Evelyn C. Pearce. Anatomi Dan Fisiologi. Gramedia. Jakarta; 2002
2. E. Albert Reece and John C. Hobbins. Clinical Obstetrics The Fetus and Mother. Third edition. Blackwell Publishing , Jakarta; 2007
3. F. Garry Cunningham, Obstetri Williams, edisi 21, EGC. Jakarta; 2006
4. IBG Manuaba dkk. Pengantar Kuliah Obstetri. EGC. Jakarta; 2006
5. Salmah, dkk. Asuhan kebidanan antenatal. EGC. Jakarta; 2006
berbagai sumber

BIDAN PALESTINA: MASIH PRAKTIK DI USIA 110 TAHUN


 

Karat telah menggerogoti sebagian besar pintu logam bagian luar satu rumah tua di Jalur Gaza. Namun, semangat penghuninya tak pernah berkarat, walau terus digerogoti usia. Elmeya Hamouda, nama pemilik rumah itu, masih sigap menolong perempuan hamil di Gaza yang menderita akibat embargo dan minimnya tenaga kesehatan, melahirkan bayi dengan selamat. Usianya kini 110 tahun. 

Elmeya telah menempuh asam garam kehidupan. Ketika dia berusia 15 tahun, dia menikah dengan Jawar, seorang kerabat dekatnya. Mereka hidup bahagia sampai Jawar meninggal dunia pada beberapa dasawarsa lalu. "Keadaan jadi lebih berat dan makin berat setelah kematiannya," kata Elmeya dalam percakapan dengan wartawan Xinhua. Ia lalu meremas mukanya.

Untuk melanjutkan hidup "terhormat", dia mempelajari perawatan dan kebidanan dari seorang perempuan lebih tua "yang berpengalaman".

Keadaan membaik di wilayah pendudukan yang jadi tempat kerusuhan, sehingga Elmeya bisa membantu puluhan perempuan melahirkan pada masa perang. Kegiatannya membuat dia terkenal di lingkungan tempat tinggalnya.

Elmeya tak pernah mengenyam pendidikan resmi, tapi dia terampil dalam menjalankan pekerjaannya. Sampai hari ini, sebagian orang akan meminta bantuannya ketika istri mereka akan melahirkan.

Pertama kali ia membuka praktik kebidanan ialah pada masa kekuasaan Usmaniyah (Ottoman Turki) di Jalur Gaza, yang berakhir sebelum 1920, ia mengenang. Dia akhirnya memperoleh izin ketika Jalur Gaza berada di bawah kekuasaan Mesir pada 1950-an.

"Saya tak pernah dibayar untuk pekerjaan ini," katanya. Tapi sebagian orang biasa memberi dia hadiah atas bantuannya. "Saya menggunakan cap khusus untuk mengesahkan sertifikat kelahiran bayi yang baru dilahirkan. Pekerjaan ini memberi saya kegembiraan dan kebahagiaan," katanya.

Saat ia bertambah tua, Elmeya menghadapi kesulitan untuk menjalankan pekerjaannya secara mulus, jadi dia meminta putri-putrinya belajar dan melanjutkan praktiknya. Mereka, kecuali satu orang, gagal mewujudkan impiannya melalui penolakan mereka.

Bidan telah hilang dari sebagian besar wilayah Jalur Gaza sejak lama. Ada banyak pusat kehamilan di daerah kantung pantai itu, yang menyediakan untuk perempuan hamil bantuan medis yang diperlukan dan kesadaran. Namun, di sebagian daerah pedesaan di sana, Elmeya dan para pesaingnya masih dapat memperoleh pekerjaan.

Perempuan yang berusia 110 tahun tersebut memiliki ingatan dan kesehatan yang bagus, kendati kerut-merut secara tragis memenuhi sebagian besar wajah mungilnya.

Di rumahnya yang kecil, ia menyimpan penggiling gandum yang sudah berumur tua, perapian batu-bara dan radio kuno yang menghiburnya selama masa lengang. Di peralatan rumah tangga itu, rancangan era zaman Usmaniyah tercermin.

Elmeya membeli peti mati buat dirinya. Ia tak takut pada ajal tapi ia mempersiapkan diri dan menunggunya.

sumber
http://www.republika.co.id



Related Posts by Categories

BIDAN Story



KEMATIAN DI TANGAN BIDAN


Kegagalan dalam proses melahirkan memang bisa terjadi pada wanita mana saja. Bahkan yang paling buruk, si bayi meninggal juga bisa saja terjadi. Namun, yang dialami oleh Nunuk Rahayu (39) ini memang kelewat tragis. Ia melahirkan secara sungsang. Bidan yang menangani, diduga melakukan kesalahan penanganan. Akibatnya, si bayi lahir dengan kondisi kepala masih tertinggal di rahim!


Lakon yang demikian tragis itu diceritakan Wiji Muhaimin (40), suami Nunuk. Sore itu Selasa (8/8), Nunuk mengeluh perutnya sakit sebagai tanda akan melahirkan. Ibu dua anak ini berharap kelahiran anak ketiganya akan semakin melengkapi kebahagiaan rumah tangganya. Sang suami, segera berkemas-kemas dan mengantarkan istrinya ke bidan Tutik Handayani, tak jauh dari rumahnya di Jalan Imam Bonjol, Batu, Malang, Jawa Timur.

Sesampai di tempat bersalin, sekitar jam 15.00, Nunuk langsung diperiksa bidan untuk mengetahui keadaan kesehatan si bayi. "Menurut Bu Han (panggilan Tutik Handayani), kondisi anak saya dalam keadaan sehat. Saya disuruh keluar karena persalinan akan dimulai," kata Wiji saat ditemui NOVA, Jumat (11/8).

Meski menunggui kelahiran anak ketiga, Wiji tetap saja diliputi ketegangan. Apalagi, persalinan berlangsung cukup lama. "Setiap pembantu Bu Han keluar ruang persalinan, saya selalu bertanya apakah anak saya sudah lahir. Jawabannya selalu 'belum'. Katanya, bayi saya susah keluar. Istri saya mesti diberi suntikan obat perangsang sampai dua kali agar jabang bayi segera keluar," papar Wiji.

BIDAN MAKIN PANIK
Wiji sempat pulang sebentar untuk menjalankan salat magrib. Usai salat, lelaki berkumis lebat ini kembali ke bidan. Baru saja memasuki klinik bersalin, bidan Han ke luar dari ruang persalinan dengan tergopoh-gopoh. Bidan yang sudah praktik sejak tahun 1972 itu berteriak minta tolong kepadanya. "Pak, tolong bantu saya!" teriaknya kepada Wiji.

Lelaki yang sehari-hari berjualan es dan mainan anak-anak di sekolah-sekolah ini, tak mengerti maksud bidan. Wiji mengikuti bidan Han masuk ruang persalinan. Mata Wiji langsung terbelalak begitu melihat pemandangan yang begitu mencekam. Si jabang bayi memang sudah keluar, namun kepala bayi masih berada di dalam rahim.

Di tengah kepanikan, bidan memintanya untuk menahan tubuh si bayi sedang kedua perawat bertugas menekan perut ke bawah untuk membantu mengeluarkan kepala bayi. Kala itu, kondisi istri Wiji antara sadar dan tidak. "Ia hanya bisa merinih kesakitan saja," imbuh Wiji.

Selanjutnya, bidan Tutik meminta Wiji menarik tubuh bayi agar segera keluar dari rahim. Namun, Wiji enggan melakukannya. Ia hanya menahan tubuh bayi agar tak menggantung. "Saya tak tega menarik tubuh anak saya. Apa jadinya kalau saya tarik kemudian sampai lepas. Yang saya lakukan hanya terus istigfar," tutur Wiji sambil mengisap rokoknya dalam-dalam.

Kala itu, Wiji sudah tak sanggup membendung air matanya. Ia paham, anak bungsunya sudah tak bernyawa lagi. Ia tahu karena tubuh si bayi sudah lemas dan tak ada gerakan sama sekali. Sampai 15 menit kemudian, tetap saja kepala bayi belum berhasil dikeluarkan. Wiji pun tak tega melihat penderitaan istrinya. "Saya berikan tubuh bayi saya kepada Bu Han."

Lalu, Wiji sambil berurai air mata mendekati istrinya yang tengah kesakitan dan berjuang antara hidup dan mati. Sejurus kemudian dia mendengar si bidan semakin panik. Bahkan, si bidan sempat mengeluh, "Aduh yok opo iki". (aduh bagaimana ini). "Saya sudah tak berani melihat bagaimana bidan menangani anak saya. Saya hanya menatap wajah istri saya," ujar Wiji.
Sebuah cerita yang mengharukan, yang pastinya kejadian seperti ini banyak ditemukan di berbagai daerah.

Seharusnya kejadian ini tidak akan terjadi bila Bidan dapat mendeteksi komplikasi secara dini dan melakukan upaya kolaborasi dan rujukan yang tepat. Kisah ini harus memacu kita sebagai bidan untuk melakukan pelayanan kebidanan secara tepat dan sesuai dengan standar pelayanan kebidanan. Jangan sampai bidan yang semakin mempertajam angka kematian Ibu dan Bayi..

Kisah :http://nostalgia.tabloidnova.com


Related Posts by Categories

BIDAN Story


BIDAN "SRIKANDI" YANG PERKASA



Jakarta, Bidan adalah sahabat, pemberdaya dan pelayan perempuan yang mungkin sering dianggap remeh. Padahal bidan adalah tonggak kesehatan masyarakat khususnya yang tinggal di daerah terpencil.


Srikandi Award memberi anugerah pada 10 bidan teladan untuk kerja keras, bakti dan pengabdiannya pada masyarakat. Dalam rangka memperingati hari ibu, Ikatan Bidan Indonesia bekerja sama dengan PT Sari Husada menganugerahkan Srikandi Award bagi 10 bidan terbaik Indonesia, di Balai Kartini Jakarta, Rabu malam (23/12/2009).

Srikandi Award merupakan apresiasi bagi para bidan yang menjalankan program pembangunan kesehatan yang dijalankan oleh bidan yang melibatkan tokoh dan anggota masyarakat di tempat bidan tersebut berdomisili.

Tingginya angka kematian ibu dan bayi adalah faktor yang mendasari pemberian penghargaan bagi bidan teladan ini, terutama bidan yang melayani masyarakat di daerah terpencil dan tidak terjangkau tenaga kesehatan lain.

Data survei demografi Indonesi tahun 2005 menunjukkan terdapat 228 kematian ibu dan 34 bayi meninggal dalam 1000 kelahiran hidup. Melalui program pos bhakti bidan, diharapkan angka kematian tersebut bisa menurun dan bisa mencapai target MDG (Millenium Development Goals) di tahun 2015, khususnya pada MDG poin 4 dan 5, yaitu menurunkan angka kematian anak dan meningkatkan kesehatan maternal.

Dalam program pos bhakti bidan tersebut, panitia menyeleksi 145 bidan dari 500 proposal yang diajukan. Setelah melalui tahap sosialisasi, mentoring, monitoring serta evaluasi, akhirnya terpilihlah 10 bidan terbaik dalam menjalankan programnya sehingga bisa dijadikan model dan inspirasi bagi upaya pembangunan kesehatan yang dijalankan masyarakat.

Sepuluh bidan terbaik itu terdiri dari dua kategori yaitu kategori MDG 4 dan MDG 5.
Untuk bidan terbaik kategori MDG 4 adalah:
Juara pertama: Siti Aminah dari Kalimantan Timur
Juara kedua: Ristin Setyaningsih dari kabupaten Pati
Juara ketiga: Yuninda dari Semarang
Juara keempat: Syarifah Ningsih dari Kalimantan Barat
Juara kelima: Martha dari Jepara.

Sementara itu untuk bidan-bidan berprestasi kategori MDG 5 adalah:
Juara pertama: Husniar dari Padang
Juara kedua: Listiyani Ritawati dari Gunung Kidul
Juara ketiga: Bimoarti dari kabupaten Demak
Juara keempat: Nurhayati Wantono dari kabupaten Grobogan
Juara kelima: Erni Supriyani dari Bandung.

"Bidan adalah agent of change. Saya kagum sekaligus iri dengan mereka. Mereka itu perempuan yang dalam kultur Indonesia sering dianggap makhluk lemah, tapi ternyata mereka bisa jadi tokoh yang disegani dan sangat berjasa untuk masyarakat. Yang membuat saya kagum juga adalah suami-suami mereka yang sangat mendukung profesinya," kata Dr Kartono Muhamad, mantan ketua IDI yang merupakan salah satu juri dalam acara penghargaan Srikandi Award.


http://health.detik.com/read/2009/12/24/112801/1265614/763/bidan-bidan-srikandi-yang-perkasa




Related Posts by Categories

BIDAN Story


PENGALAMAN VT (VAGINAL TOUCHER



Memasukkan tangan ke dalam jalan lahir ibu bersalin untuk memantau perkembangan proses persalinan atau lazim disebut VT (vaginal toucher atau vaginal tousse atau periksa dalam dan sejenisnya) bukanlah sesuatu yang mudah. Selain perlu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, tetapi juga butuh perasaan...

Awal saya melakukan VT pada saat duduk di semester 4 di sebuah akademi kebidanan. Pada waktu itu saya dinas di rumah sakit pemerintah, Itu juga curi-curi kesempatan maklum perbandingan mahasiswa kebidanan dengan pasien tidak seimbang, lebih banyak mahasiswanya. Sementara VT tidak bisa dilakukan sesering mungkin, karena dapat menjadi pencetus terjadinya infeksi.

Selanjutnya beberapa kali saya melakukan VT baik di klinik atau di rumah sakit, meski tanpa bimbingan hanya mencoba-coba hingga tamat dan menyandang gelar bidan. Saya belum bisa membayangkan sebenarnya VT itu bagian apanya yang diperiksa. Meski dosen-dosen saya mengatakan cari portio bila ingin mengetahui pembukaan serviks, bahkan portio di gambarkan sebagai mulut, “maaf” pantat ayam, dan ilustrasi yang lain. Tapi tetap saja saya tidak bisa mengaplikasikannya ke pasien. Yang saya rasakan hanya, tangan saya panas, terdapat bidang yang sangat luas, lunak dan tentu saja bau lendir yang khas....

Hingga akhirnya saya dihadapkan pada pasien bersalin saya yang pertama. Secepatnya saya melakukan VT untuk memantau perkembangan persalinan. Tentu setelah melakukan pengkajian dan pemeriksaan palpasi terlebih dahulu, saya periksa ternyata pembukaan sudah lengkap, menurut saya. Persiapan persalinan sudah lengkap, tapi 3 jam kemudian bayi tidak kunjung lahir, dan pasien akhirnya saya rujuk..Baru saya rujuk 20 menit, bayi lahir.
Pasien ke dua datang, saat saya VT pembukaan sudah lengkap. Setelah itu pasien tidak saya ijinkan pulang, akhirnya pasien menginap di rumah saya. Tapi 12 jam di rumah saya tidak ada tanda-tanda pasien akan bersalin. Akhirnya si ibu pulang ke rumahnya, 1 minggu kemudian bayi lahir di bidan yang lain...

Ternyata keterampilan VT itu sangat penting, berbekal pengalaman kegagalan itu...saya akhirnya memutuskan untuk magang di klinik bersalin sebelum terjun menjadi bidan profesional.....dan akhirnya saya tahu bahwa kegagalan persalinan pada ke dua pasien saya berkat kesalahan diagnosa yang saya lakukan. Mudah-mudahan pengalaman ini dapat mengilhami bidan-bidan muda..


sumber
febrina ok

AKHIR TRAGIS PENGABDIAN BIDAN DESA



Bidan desa yang kesohor itu ditemukan tewas dengan beberapa luka tusukan. Pelakunya ternyata tetangga korban.

Rabu tengah hari, Budi Prasetyo (54) yang berdinas di Pemda Kabupaten Bojonegoro pulang ke rumahnya di Desa Balenrejo, Kec. Balen, Bonjonegoro (Jatim). Seperti kebiasaannya, ia mengarahkan sepeda motornya masuk melalui pintu belakang. Namun, pintu belakang terkunci. Ia juga tak mendapati istrinya, Hj. Risjati (54). Lalu, Budi masuk lewat pintu depan. Namun, ia juga tak menjumpai istrinya yang sehari-hari menjadi bidan. Ia bergegas menuju ruang praktik. Begitu pintu terbuka, Budi langsung histeris melihat pemandangan di depannya. Sang istri terlentang tak bernyawa dengan kondisi bersimbah darah. "Seketika itu saya menjerit. Setelah itu saya tak ingat apa-apa lagi,” cerita Budi mengawali kisahnya, di rumahnya di Desa Balenrejo.

Budi yang masih tampak syok sama sekali tak menduga istrinya tewas setragis itu. “Sama sekali tak ada firasat apa pun sebelum kejadian itu,” kata bapak tiga anak yang sehari-hari bertugas di Dinas Infomasi dan Komunikasi (Infokom) ini. Setelah pemakaman istrinya, Budi dan keluarganya diliputi tanda tanya besar. Siapa pelaku pembunuhan bidan desa yang sudah 30 tahun mengabdi ini? "Kalau perampokan jelas tidak mungkin. Soalnya tidak ada barang-barang yang hilang," ungkap Budi.

FIGUR ISTRI IDEAL
Teka-teki kematian Risjati terungkap. Pelakunya adalah tiga pemuda tetangga korban. Yaitu Rochmad sebagai otak, Hendra sang eksekutor, dan Suwidji yang turut membantu pembunuhan itu. Rochmad mengaku sakit hati dan dendam karena ibunya, Mbok Poni yang berprofesi sebagai dukun bayi, pernah dibentak-bentak Risjati saat menangani persalinan. Ketika tahu pelaku adalah tetangga dekat, Budi mengaku geregetan. "Rasanya saya tak percaya. Kok tega-teganya mereka berbuat keji pada istri saya. Wong kalau mereka sakit, istri saya yang ngobati," kata Budi.

Soal Rochmad yang mendendam istrinya, Budi juga sangat menyesalkan. Diakui Budi, istrinya memang pernah menegur ibu Rochmad. "Wajar, kan, istri saya sebagai pembina dukun bayi memberi tahu kalau memang ada kesalahan. Gitu saja sampai membalas dengan cara membunuh,” sesal Budi.

Hingga sekarang, Budi belum bisa menghapus duka yang teramat dalam. "Rasanya, ibu anak-anak masih ada," tuturnya sendu. Namun, Budi berusaha menerima kenyataan pahit ini. "Manusia ini, kan, hanya wayang, sedangkan Tuhan adalah dalangnya. Jadi, apa pun yang dikehendaki Tuhan, saya harus menerima dengan ikhlas." Yang pasti, sampai saat ini ia tak mampu melupakan kenangan manis bersama mendiang istrinya. Budi menilai, istrinya merupakan figur istri yang ideal. “Bukan hanya sabar, tapi dia hebat dalam mengatur rumah tangga, termasuk mendidik anak,” pujinya.

Setelah mengarungi bahtera rumah tangga selama 30 tahun lebih, semua kenangan terasa manis. "Bukan hanya kepada keluarga, pada semua orang istri saya selalu baik. Dia sangat dikenal di kecamatan Balen. Tak pernah, kok, istri saya menentukan ongkos persalinan. Kalau orang tak mampu, dia menerima berapa pun yang diberikan."

SAJIAN SPESIAL
Kekaguman Adi Setyo (26), anak sulung Risjati pada ibu tercinta tak henti-henti diungkapkan. "Ibu benar-benar hebat. Dia tipe ibu yang lembut mendidik anak-anak. tk pernah Ibu memarahi kami bila tak belajar. Tapi dengan pendekatan pada kami, tanpa disuruh pun kami tahu kewajiban," ujar sarjana Teknik Kimia ITS ini. Berkat ibunya pula, lanjut Adi, dua adiknya Setyo Wahyu dan Suci Harini berprestasi bagus di kampus dan sekolahnya. Pertemuan Adi terakhir dengan ibu tercinta terjadi Minggu, tiga hari setelah kejadian. Seperti biasa, pria yang bekerja di sebuah perusahaan susu di Semarang ini pulang ke rumah sebulan sekali. "Tanpa janjian, adik saya yang tinggal di Surabaya juga pulang. Kami pun bisa kumpul bersama," imbuh Adi.
Dalam pertemuan itu, ujar Adi, ia merasa bahagia. Apalagi ibunya menyiapkan masakan spesial berupa ayam goreng untuknya. Sambil menikmati sajian istimewa, "Kami ngobrol-ngobrol. Kebetulan tahun ini saya mau menikah. Nah, rencana perkawinan itu menjadi salah satu topik pembicaraan,” ungkap Adi yang tampak tabah. Begitu tabahnya, Adi tak ingin lagi membahas pelaku dan motivasinya membunuh sang ibu. "Saya terima semuanya. Biarlah Ibu tenang di alam sana. Soal siapa pelaku, biarlah itu menjadi urusan yang berwajib," cetus Adi. Satu lagi kekaguman Adi pada ibunya, "Beliau sangat dicintai dan dipercaya masyarakat. Buktinya, hampir 50 persen kelahiran di kecamatan Balen, ibu yang menangani persalinannya. Ibu memang termasuk bidan senior. Sudah 30 tahun Ibu jadi bidan," papar Adi.

BERDALIH BELA IBU
Ketika memeriksa Tempat Kejadian Perkara (TKP), petugas menemukan celana berlumuran darah yang tertinggal di rumah korban. Polisi pun segera mengubek-ubek pemilik celana itu. Semula kecurigaan mengarah pada Suwidji (25). Pasalnya pemuda itu menghilang setelah kejadian.

"Kami mencurigainya karena dia mantan bromocorah. Selain itu, celana yang tertinggal, ukurannya hampir sama dengan tubuhnya," kata Kaurreskrim Polres Bojonegoro, Iptu Henri Tri Anggoro, mendampingi Kapolres AKBP Coki Manurung. Berbekal data itu, petugas melacak Suwidji ke tempat kerjanya di Tandes, Surabaya. Setelah diinterogasi, "Ternyata dugaan kami tak meleset. Dia mengaku terlibat, tapi eksekutornya adalah Hendra. Ternyata, celana itu milik Hendra. Dia disuruh membunuh oleh Rochmad. Kami pun berhasil menciduk Hendra dan Rochmad di rumahnya," ujar Henri yang menjerat tersangka dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.

Rochmad (28) mengaku dendam pada korban bukan karena persaingan bisnis seperti isu yang pernah beredar. "Saya hanya membela Ibu. Enam bulan lalu, saya pernah dilapori Ibu. Katanya dia habis dimarahi korban karena salah menangani persalinan. Akibatnya bayi yang ditangani Ibu mati," ujarnya sambil cengengesan. Mendengar laporan ibunya, "Semula saya biasa-biasa. Bahkan saya sempat menasihati Ibu agar kejadian itu tak dimasukkan ke hati," lanjut tukang batu ini.

Anehnya, beberapa bulan kemudian, kata-kata ibunya terngiang kembali. Bahkan, ia mulai mendendam Risjati yang biasa ia sapa Bu Ris. “Enggak tahu ya, pokoknya lama-kelamaan hati saya tak terima dengan perlakuan Bu Ris,” aku Rochmad polos.

PURA-PURA BEROBAT
Tak hanya sakit hati, Rochmad bahkan berniat menghabisi bidan yang kesohor di kecamatan itu. Hanya saja ia tak berani melakukan sendiri. Tiga hari sebelum kejadian, "Saya katakan rencana saya pada Hendra, sahabat saya. Saya minta tolong agar dia bersedia membunuh Bu Ris."
Agar Hendra bersedia memenuhi permintaannya, Rochmad sengaja menjanjikan memberikan imbalan Rp 3 juta. Padahal, lanjut Rochmad, ia jelas tidak mungkin punya uang sebanyak itu. "Penghasilan saya sebagai tukang batu, kan, pas-pasan. Buat makan saja susah."
Rencana Rochmad, setelah eksekusi berhasil, ia baru mengaku tak punya uang. "Hitung-hitung saya utang. Soal kapan membayarnya, tak jadi soal. Toh dia tak mungkin lapor polisi ujarnya sambil melirik Hendra. Ia pun tertawa. Hendra (25) mengaku termakan bujuk rayu Rochmad. Bapak satu anak ini bersedia jadi eksekutor. "Karena saya dijanjikan uang, saya mau saja. Agar rencana tambah mulus, saya mengajak Suwiji. Rencananya, kalau dapat uang dari Rochmad, dia akan saya bagi,"ujarnya sambil menunjuk Wiji yang ada di sebelahnya.

Menyambung cerita Hendra, Wiji (25) mengatakan, "Saya bari diberi tahu tiga jam sebelum kejadian. Waktu dijemput Hendra untuk menemui Rochmad, dia enggak bilang apa-apa," ujarnya tertunduk lesu. Dalam pertemuan itu, mereka berbagi tugas. Rochmad bertugas mengawasi pintu depan rumah Risjati, Wiji mengawasi pintu belakang, dan Hendra sebagai eksekutor. Mereka pun menuju rumah Risjati. Suasana siang itu sepi. Hendra segera masuk ke dalam rumah. Untuk mengelabui Risjati, ia pura-pura akan berobat. “Saya sakit flu dan batuk, Bu,” kata sopir truk ini. Suwidji yang berada di luar nyelonong masuk rumah dan langsung menutup pintu belakang. Ruang belakang Risjati memang perlu diamankan karena dijadikan tempat bersalin. Kebetulan saat itu ada yang baru saja melahirkan. "Saat saya masuk, Bu Ris tidak tahu.

Mereka sudah masuk ruang praktik," kata Wiji. Menurut Hendra, aksi pembunuhan tersebut berlangsung singkat. Setelah memeriksa, Risjati mengambil obat di kotak obat dengan posisi membelakangi Hendra. Saat inilah Hendra beraksi. Ia mengambil pisau di balik bajunya. Sambil memeluk tubuh korban dari belakang, ia menghujamkan belati ke dadanya.

"Bu Ris sempat melawan. Dalam satu pergulatan dia terjengkang. Dia pun saya tusuk lagi," ujar Hendra yang segera meninggalkan tempat itu. Karena celananya berlepotan darah, Hendra masuk ke kamar Budi. "Saya mengambil celana Budi dan memakainya." Celana bernoda darah itu ia selipkan di antara almari di ruang belakang. Hendra merasa aman. Tanpa ia sadari, dari celana bersimbah darah ini polisi berhasil membongkar kasus ini. Sekarang Hendra mengaku menyesal. Padahal, ujarnya, "Selama ini Bu Ris baik pada saya. Ketika istri saya melahirkan, Bu Ris juga yang menolong. Entah kenapa saya bisa mata gelap seperti itu. Ya, saya terbujuk gara-gara uang Rp 3 juta."

Usai kejadian, Rochmad mengaku tenang-tenang saja. Bahkan untuk mengelabui masyarakat, "Saya juga ikut melayat. Malam harinya saya juga ikut pengajian di rumahnya."

http://nostalgia.tabloidnova.com/articles.asp?id=1651
images by http://www.banjarmasinpost.co.id

SEBUAH CERITA TENTANG BIDAN



Hari itu hujan membasahi bumi, berton-ton air tertumpah membasahi tanah yang selalu merindukannya, dedaunan basah, dan akar-akar pohon mulai bekerja menyerap air untuk kelangsungan hidupnya, di puncak bukit disebelah utara tampak dua ekor burung kutilang sedang bersembunyi, berteduh sekaligus bermesaraan disebatang dahan pohon cemara.

Disebuah rumah yang terletak di kaki bukit tersebut, tampak seorang gadis berjilbab, sedang termenung didalam kamarnya, menatap kosong kearah jendela sambil berharap sang mentari akan segera bersinar, menyeruak diantara awan-awan hitam yang kini menghiasi bumi. Dia tau disana di tempat dia bekerja banyak para ibu yang sedang menanti kedatangannya, ya… karena dialah satu-satunya bidan yang berada didesa tempat dia sekarang ditugaskan, Bidan Ana begitulah biasa dia dipanggil.

Ditengah keasikannya memandangi tetesan air yang jatuh dari atap rumahnya, terdengar bunyi ketukan, keras dan cepat. Sedikit terkejut, gadis tersebut segera bangkit dan dengan setengah berlari menuju pintu, tidak menghiraukan kursi yang disenggolnya hingga jatuh, dia segera membuka pintu tersebut. Tampak seorang lelaki muda, tinggi dan berbadan besar, wajahnya pucat pasi memelas,sehingga tampak lebih tua dari usia yang sesungguhnya, dengan nafas tersengal-sengal tampaklah bahwa lelaki tersebut telah berlari secepatnya untuk sampai kerumah ini.

”Eh Pak Eko, ada apa nih pak.. hujan-hujan begini kok lari-lari, ayo masuk dulu pak” kata Bidan Ana.

”Anu bu.. itu.. anu saya, udah mau anu..” bapak tersebut tampak terburu-buru untuk bicara sehingga salah kaprah.

Tersenyum, sang bidan berkata ”tenang dulu pak, jangan terburu-buru gitu.. masa anunya mau anu… hihihi”.

Tersadar, sang bapak pun malu sendiri, lalu berkata ”itu bu, istri saya.. Bu Emil mau melahirkan, sekarang ada di Puskesmas bu.. ayo bu.. cepat bu..”

Sambil berkata ”Tunggu sebentar yah pak” sang bidan yang bertubuh kecil tersebut segera berlari ke kamarnya, mengambil perlengkapan yang sebelumnya sudah dia siapkan dan segera kembali menuju kedepan, untuk selanjutnya bersama sang bapak yang sudah menyiapkan sebuah payung untuk dirinya, bersama-sama pergi ke arah barat ke tempat Puskesmas tersebut.

Ini bukan yg pertama kalinya suami sang pasien menjemput dirinya, pernah suatu malam seorang bapak-bapak yang masih menggunakan sarung dan berbalut kaos dalam, membangunkannya karena ketuban sang istri sudah pecah, dan bapak tersebut lebih memilih Bidan Ana daripada harus meminta tolong kepada Dukun Beranak di desa tersebut. Hal ini lah yg membuat para Bidan di desa tidak disukai oleh para Dukun Beranak, karena secara tidak langsung bidan-bidan tersebut mengambil lahan si dukun.

Ditengah guyuran hujan mereka berdua, Pak Eko dan Bidan Ana, tampak kesulitan berjalan di pematang-pematang sawah, melewati berpetak-petak padi berwarna hijau yang seakan-akan menari-nari kegirangan karena hujan yang turun ini. Para petani tampak sedang berleha-leha, di pondok-pondok kayu ditengah-tengah sawah mereka. Bersiul sambil bernyanyi, karena membayangkan padi mereka akan tumbuh segar, yang berarti rezeki mereka sudah didepan mata.

Setelah melewati sawah-sawah tersebut, tampaklah sebuah bangunan batu berwarna putih yang berdiri megah dikeliling beberapa pohon rambutan, disekitar bangunan tersebut terlihat anak-anak kecil sedang bermain tak-umpet, berlari kesana kemari mencari tempat untuk sembunyi. Didepan bangunan tersebut berdiri papan kayu yang sedikit reot, bertuliskan Pusban ( Puskesmas Bantuan ) Desa Sakarepe (Sak karep e /red.)

Dengan nafas tersengal-sengal karena mengikuti langkah-langkah panjang sang bapak, akhirnya Bidan Ana meletakkan payungnya disudut pintu, tampak olehnya para pasien berdiri didepan loket kecil yg tersedia seadanya, menanti giliran mendapatkan pelayanan. Terus menuju ruangan kecil disebelah kiri pintu yang tadi, dilihatnya dua orang wanita berjilbab.
Yang seorang berkulit putih, berhidung pesek, lebih muda dari dirinya, jika tersenyum maniiiiisssss……. sekali ^^(ga boong loh…..) bernama Aisyah , dia menyapa sang bidan ”Selamat Pagi Mbak Ana”, dan yang seorang lagi berkulit hitam, tahi lalat besar bertengger diatas dagunya, tampak perutnya sudah membesar, karena perempuan tersebut sedang hamil wanita tersebut bernama Dewi, tetapi dikarenakan sedang sibuk dia tdk melihat kedatangan sang bidan.

”Selamat pagi juga, mana Mbak Ria?” jawab sang bidan pendek

”Mbak Rianya belum datang mbak, mungkin masih ngurusin anaknya” jawab Aisyah polos, tetapi tetap dengan senyum manisnya >,<. Sambil terus melangkah menuju ruangan sebelah, sekilas dia melihat seorang gadis bertubuh kecil,bernama Nanda, rekan kerjanya yang sedang menelpon sambil duduk di sebuah kursi didepan ruangan yang tadi, gadis tersebut berambut panjang lurus, terlihat jelas habis rebonding, karena baunya sangat menyengat hidung, gadis tersebut tengah tertawa cekikikan, entah karena lelucon temannya diseberang telpon sana atau dia emang udah ga waras, terlihat tangan kiri gadis tersebut sedang menggaruk-garuk tangan kanannya yg sibuk memegang telpon, ”pasti gara2 kedinginan” begitulah yg ada dipikiran Bidan Ana.

Ketika sampai di ujung ruangan, Bidan Ana terkejut karena hampir bertabrakan dengan seorang pria, pria tersebut bertubuh tinggi, kurus, dengan bulu mata dan alis yang tebal menghiasi wajah tirusnya, tahi lalat tertempel manis diatas bibir pria tersebut. Wajah tampan pria tersebut membuat Bidan Ana tertarik, tetapi dia langsung teringat kekasihnya yang dikota bernama Ijul, yang berjanji akan melamarnya Bulan Haji yang akan datang.

Tetapi sayangnya sudah tiga kali puasa tiga kali lebaran bang Ijul belum pulang-pulang^0^. ”Huh… bikin kaget ajah neh Angga..” kata sang bidan.
”Mau kemana sih?” lanjutnya..
”Eh.. Ana… Ituloh udah janji ketemu ama temen ditoilet” jawab si Angga, yg juga kaget karena hampir bertabrakan.
”Ana mau ikut??” tanyanya.
”BENJOL” hanya sebuah kalimat itulah yang keluar dari bibir tebalnya dan menjadi jawabannya, dan dengan gaya manjanya dia palingkan wajahnya, lalu kembali mengikuti Pak Eko, yg sudah semakin terlihat gelisah.

Di sebuah ruangan yang memang telah dipersiapkan tampak seorang ibu sedang mengerang kesakitan, karena buah hatinya yang telah dibawanya kemana-mana selama 9 bulan sudah tidak sabar untuk keluar menatap indahnya dunia hasil ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Setelah berganti pakaian dengan pakaian dinasnya, Sang Bidan melaksanakan tugasnya, mengucapkan kalimat ”Dorong bu..”, ”Tarik Nafas”, ”Keluarkan”, berulang-ulang tiada henti, dan sang ibu hamil pun menuruti semua kalimatnya, perjuangan hidup mati sang Ibu. Sang Bidan tahu, dia harus melaksanakan tugasnya dengan benar, salah sedikit dua nyawa bisa menghilang, begitu beratnya tugas yang harus di emban oleh bidan kecil ini.

Setiap detik, setiap menit dari setiap hembusan nafas sang ibu menjadi tanggung jawab moral bagi bidan tersebut. Tetapi meskipun bertubuh kecil, sang bidan sudah terbiasa dengan tugasnya, tangannya cekatan, ucapan-ucapannya tegas, membuat sang ibu mempercayakan semuanya kepadanya. Walaupun sang suami, semakin terlihat tidak karuan mendengar teriakan dan erangan istrinya, sang suami mulai berjalan mondar mandir, membuat lingkaran tak beraturan di lorong puskesmas.

Beberapa bapak-bapak lainnya mencoba menenangkannya. Nanda, rekan kerjanya terlihat menutup telinga, ngeri membayangkan sakit sang ibu, sementara itu si Aisyah (masih tetap terlihat manis >,<) mencoba menenangkannya meskipun aisyah sendiri sedikit ketakutan. Dewi, wanita berjilbab yg hamil masih terus sibuk dengan laporan keuangannya, tdk mendengar, bahkan tidak mau mendengar teriakan si ibu, karena beberapa bulan lagi dia lah yg akan berbaring dan berteriak-teriak di tempat tersebut (jangan takut yah wi……).

Sementara itu si Angga yg berada ditoilet, tak mendengar suara apa-apa karena asik dengan kegiatannya saat itu.
”Tenang pak Eko, tenang…. semuanya bakal baik-baik saja” yang berkata adalah seorang bapak, dengan wajah sedikit seram, kumis lebat diatas bibirnya, dan rambut hitam yang telah disemir sebelumnya dirumahnya, tetapi karena kurang rapi, masih terlihat warna putih rambut aslinya (ada yg tahu bapak ini siapa namanya?? ^_^) Didalam ruangan, Bidan Ana tersenyum, karena kepala sang bayi sudah terlihat, dengan semangat yang bertambah, dia beritahukan kepada si Ibu, dan si Ibu tersebut segera meningkatkan dorongannya, menarik lebih panjang nafas, dan membuang lebih banyak udara..

”Oooooeeeee….. Oooooeeeeee…..” suara yg sama terus terulang berkali-kali, dan tampak sesosok tubuh mungil, berlepotan darah dipeluk oleh sang bidan, hujan yg tadinya deras dan membuat berisik, tiba-tiba berhenti seakan-akan bumi ini ingin ikut menikmati suara tangisan makhluk tak berdosa ini, bintang yang biasanya muncul dimalam hari kali ini sekali-dua kali ikut menampakkan diri, sementara itu diujung khatulistiwa tampak 7 warna indah berbentuk setengah lingkaran, biasa disebut Pelangi menghiasi langit.

”Selamat Bu Emil, bayinya laki-laki” begitulah yg dikatakan Bidan Ana.. Keringat mengalir dari jidat nonongnya, seisi desa tampak bersuka cita. Bidan Ana tahu dirinya telah melaksanakan tugasnya, sebuah tugas mulia yang tak kalah beratnya dengan pengorbanan seorang ibu yang mempertaruhkan nyawanya.

Tamat.. 

Buat Ana (bagi angga, bidan itu lebih mulia dari seorang dokter sekalipun, karena disaat seorang dokter menyembuhkan pasiennya, dia tak pernah tahu apakah sang pasien adalah orang baik yg berhak hidup ataukah orang berdosa yg sepantasnya mati, tetapi disaat bidan melaksanakan tugasnya, dia membantu ”menghidupkan” makhluk suci yang masih bersih dari dosa) 

Tuhan memberikan kesempatan pertama bagi dirimu dan bidan-bidan lainnya, untuk menyelesaikan pekerjaan-Nya ”mengirimkan” para penerus kehidupan. 

(Cerita ini hanya fiktif belaka, Kesamaan nama dan tempat memang disengaja)

Sumber 
Helly Anggara. Sebuah cerita tentang bidan ( untuk seorang teman ). Diunduh tgl 29 april 2010; tersedia di http://ekstra.kompasiana.com/group/fiksi/2010/02/24/sebuah-cerita-tentang-bidan-untuk-seorang-teman/

MEMENJARAKAN MANTRI DAN BIDAN DESA


 

Beberapa waktu yang lalu ada seorang mantri desa dipidana 3 bulan hukuman penjara dari PN Tenggarong, Kalimantan Timur. Majelis hakim menyatakan sang mantri terbukti bersalah melanggar UU 36/2009 tentang Kesehatan yaitu tidak punya wewenang memberikan resep obat golongan G yang seharusnya hanya boleh diresepkan oleh dokter.

Hal ini jelas membuat trauma para mantri dan bidan desa. Keterbatasan jumlah dokter di daerah pedalaman dan terkonsentrasinya dokter di perkotaan mengharuskan mantri dan bidan desa berperan sebagai dokter. Banyak tindakan medis yang seharusnya tidak boleh mereka lakukan secara hukum, namun mesti dilakoni demi menolong pasien.

Keberadaan dan wewenang mantri dan bidan desa yang setara dokter di pelosok pernah saya rasakan manfaatnya. Semasa kecil di desa, ketika sakit, mantrilah yang memberikan pelayan kesehatan. Bahkan saya disunat oleh mantri. Ketika saya bertugas sebagai dokter di salah satu kabupaten terpencil di Aceh dengan hanya 7 orang dokter dalam satu kabupaten, keberadaan dan peranan mantri dan bidan desa begitu terasa. Suatu hal yang mustahil 7 orang dokter umum bisa melayani 150 ribu warga. Tidak ada tenaga kesehatan yang bisa diharapkan kecuali para mantri dan bidan desa.

Ketika ada hukum yang membatasi wewenang mereka, hal ini menjadi dilema. Di satu sisi, tujuan hukum ini adalah untuk melindungi masyarakat dari tindakan medis yang tidak profesional dan bisa merugikan masyarakat. Namun disisi lain-karena jumlah dokter yang terbatas dan belum merata- masyarakat yang memerlukan pelayanan kesehatan hanya bisa dilayani oleh mantri atau bidan desa.

Saya kira hukum ini juga mesti melihat situasi dan kondisi masyarakat. Kalau di kota Jakarta dan sekitarnya, mungkin hukum ini bisa diterapkan. Namun di daerah terpencil, bila hukum ini berlaku, maka akan banyak masyarakat yang tidak bisa mendapat pelayanan medis. Mantri dan bidan desa tidak akan berani melakukan tindakan di luar wewenang profesinya. Mantri hanya bisa merawat pasien dan bidan desa hanya bisa memberikan pelayanan kebidanan dasar saja. Akibatnya masyarakat juga yang dirugikan.

Saya kira ada beberapa hal yang bisa dilakukan terkait dengan masalah ini agar masyarakat bisa memperoleh pelayanan medis yang layak : (1) Penyebaran dokter mesti merata dan depkes mewajibkan kembali PTT kepada semua dokter yang baru lulus. (2) Jumlah dokter di perbanyak (3) Keterampilan dan pengetahuan medis para mantri dan bidan desa terus ditingkatkan.(4)Mantri atau bidan desa yang ‘terpaksa’ berperan sebagai dokter di daerah terpencil harus dibawah supervisi seorang dokter.(5) Hukum yang dimaksud di atas dikecualikan untuk daerah terpencil.

Dalam kerapuhan hati.
Soerabaja, April 2010

Muhammad Jabir. Memenjarakan Mantri dan Bidan Desa. Diunduh tgl 30 april 2010; tersedia di http://kesehatan.kompasiana.com/2010/04/17/memenjarakan-mantri-dan-bidan-desa/

BIDAN MENGABDI TANPA PAMRIH


Pada zaman sekarang, seberapa banyak orang yang masih mempunyai totalitas semangat pengabdian pada masyarakat atau lingkungan sekitarnya, tanpa pamrih dan batas, bahkan rela menyisihkan seluruh waktu, pikiran, biaya bahkan hidupnya demi orang lain? Mereka adalah beberapa orang dengan komitmen pengabdian yang mungkin sudah langka saat ini. 

1. Bidan Ros rosita.
Yang pertama adalah bidan Ros Rosita. Bidan asal Kabupaten Lebak, Banten ini, telah mengabdikan hidupnya selama lebih dari 10 tahun, untuk melayani kesehatan orang-orang suku Baduy. Bidan Ros, panggilan akrab wanita ini, rela melakukan perjalanan hingga 6 jam dengan jalan kaki, demi mengunjungi para pasiennya di pedalaman hutan Kanekes, Leuwidamar, Lebak, Banten. Sejak tahun 1997, Bidan Ros memerlukan waktu 2 tahun agar berbagai metode dan peralatan medis modernnya, seperti obat-obatan, jarum suntik, hingga konsep imunisasi diterima oleh suku Baduy, yang terkenal sangat anti segala hal yang berbau modern.

Namun berkat ketekunan dan semangat pengabdiannya, tradisi itu mampu dipatahkannya dan dia menjadi satu-satunya “dukun modern” yang diterima di kalangan suku Baduy Dalam. Kini, bidan Ros masih setia menjalani pelayananan kesehatan dengan waktu praktik 24 jam non stop dan bayaran seadanya.

“Ya dulu dari awal sih, saya sudah siap dengan rezeki saya dari mereka, seperti untuk melahirkan hanya sepuluh ribu rupiah. Alhamdulillah sekarang sudah naik sedikit menjadi dua puluh ribu rupiah” tutur bidan Ros, yang masih memiliki cita-cita mendirikan rumah bersalin di kawasan Baduy, dengan mantap.

2. Bidan Siti Aminah
Selanjutnya adalah seorang bidan juga, yang juga memiliki panggilan hati untuk bisa melayani kesehatan orang lain tanpa pamrih apapun. Bidan Siti Aminah, mengaku sejak kecil saat ikut pramuka, setiap melihat orang-orang sekitarnya menderita penyakit, berketetapan untuk bisa mengobati mereka.

“ Aku waktu kecil ikut pramuka, lihat orang-orang pada korengan, kudisan, hidung meler, atau luka-luka, selalu merasa trenyuh sendiri. Ya udah, aku janji ke diriku sendiri, nanti kalau sudah dewasa jadi orang yang akan melayani dan mengobati mereka, ndak dibayar juga ndak apa-apa” ungkap Bidan asal Mojokerto Jawa Timur ini. Janji itu digenapi oleh Bidan Aminah, dengan mengambil jurusan Kesehatan Masyarakat saat kuliah.

Setelah lulus, ikatan dinas ke hampir seluruh penjuru Indonesia, dilakukannya dengan sepenuh hati. Melayani pasien di daerah-daerah kawasan miskin dan terpencil, yang kadang tak mampu membayar, dijalaninya dengan tulus dan senang hati.

“Waktu di daerah, pasien-pasienku kan orang-orang kalangan bawah, jadi ya bayarnya seadanya mereka. Lagi musim durian atau rambutan, ya seluruh rumah pasti bakal penuh dengan durian dan rambutan, atau kalo lagi jalan di pasar, tas pasti bakal penuh dengan sayuran, ikan dan barang-barang jualan lainnya dari mereka. Sampai adikku bercanda, ya udah kalau lewat situ, bawa tas yang buesar aja ” kekeh Bidan Aminah mengenang masa tugasnya di luar Pulau Jawa.

3. Bidan Aminah
Bidan Aminah memilih Cilincing, kecamatan kumuh di kawasan Jakarta Utara dan kampung nelayan di kawasan Bekasi, sebagai tempat pengabdiannya. Berbagai tantangan dan peristiwa yang berkaitan dengan keterbatasan ekonomi pasiennya dan minimnya pelayanan kesehatan dari pemerintah setempat, juga terjadi di sini.

Misal pemeriksaan kesehatan dan pengobatan tanpa bayaran, hingga mengeluarkan biaya dari kantong pribadi demi membayar obat-obatan pasiennya. Bahkan, bidan Aminah rela mengubah mobil pribadinya sebagai mobil ambulans, dan disetirinya sendiri setiap hari demi mengunjungi dan mengangkut pasien-pasiennya.

Kepedulian yang tinggi pada lingkungan sekitarnya, kini bertambah pada pendidikan anak-anak warga miskin. Untuk itu, bidan Aminah telah mendirikan sekolah TK gratis bagi anak-anak di sekitar tempat praktiknya.

4. Gisela Borowka (bukan bidan)
Dia adalah seorang perempuan mantan warga negara Jerman yang memenuhi panggilan hati untuk mengabdi lintas negara. Gisela Borowka, atau lebih dikenal sebagai Mama Barat atau Mama Putih di kawasan Nusa Tenggara Timur, memutuskan untuk menghabiskan hidupnya di negara yang sebelumnya sama sekali asing baginya.

Pengabdiannya di Indonesia dimulai saat usia 29 tahun, pada 26 Agustus 1963, Gisela memilih kawasan Lembata di Flores Timur, yang penuh dengan para penghuni kusta atau lepra. Kawasan penampungan bagi orang-orang yang dikucilkan oleh masyarakat karena penyakitnya itu, menarik minatnya sebagai lahan pengabdian.

Hingga sekitar tahun 1980, Gisela mengabdikan diri dengan tulus mendampingi dan merawat para penderita kusta di Lembata. Bahkan pada 1968, sebuah rumah sakit didirikannya untuk pengobatan menyeluruh para penderita kusta. Setelah berhasil mengurangi jumlah penderita kusta di Lembata secara signifikan, Gisela memilih pulau Alor untuk tempat pengabdian selanjutnya.

Kini 45 tahun berselang, Gisela yang resmi menjadi WNI sejak 20 September 1996 ini, masih terus menjalankan rumah sakit, mengajarkan pola hidup sehat, pendidikan non formal untuk bekal para bekas penderita kusta dan mendirikan panti asuhan bagi anak-anak terlantar dan dari keluarga miskin di pulau Alor. Gisela sudah berketetapan, menjalani sisa hidupnya dengan terus merawat penduduk Alor hingga akhir hidupnya.

Sumber : www.kickandy.com

BIDAN SRIKANDI DARI SIGUNTUR



Jangan pernah meremehkan pos pelayanan terpadu. Dari posyandu inilah ketangguhan bangsa ke depan ditentukan. Husniar, bidan Puskesmas Gunung Medan, Kecamatan Sitiung, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, memberi bukti nyata bahwa dari posyandu watak bangsa bisa dipupuk, didiagnosis, dipantau kesehatannya, dan diobati jika sakit. 

Ia tak hanya mengampanyekan pentingnya kesehatan, tetapi bersama-sama rekan seprofesi dan warga menyiapkan sistem yang berkelanjutan. Programnya melawan hambatan kultural berupa hidupnya mitos-mitos yang negatif di masyarakat.

”Banyak mitos di masyarakat menghambat tercapainya kesehatan masyarakat yang baik. Misalnya, enggak boleh makan ikan, padahal mereka hidup di tepi Sungai Batanghari,” katanya.
Ibu-ibu yang baru melahirkan juga dilarang membawa anaknya keluar rumah sebelum anaknya berusia tiga bulan. ”Akhirnya, imunisasi dasar untuk bayi jadi susah,” ujarnya.

Selain itu, ibu hamil dilarang keluar rumah, anak-anak juga tidak boleh main pada siang hari. ”Mitos-mitos ini membuat kunjungan ibu hamil dan balita ke posyandu menjadi rendah,” jelas Husniar.

Merangkak dari bawah sebagai pembantu bidan, Husniar sejak 1979 sudah mengenal betul problematik kesehatan ibu dan anak di daerahnya. Ia sadar akan perannya ”Di daerah yang terpencil bidan, selain sebagai penyuluh, jadi panutan.”

Bhakti Bidan
Di tengah masyarakat yang pendidikannya rendah, pengetahuan masyarakat soal kesehatan juga lemah. ”Kita bertugas mendampingi daerah binaan atau wilayah kerja,” katanya.
”Saya terlibat dalam program Bhakti Bidan untuk mencapai tujuan pendampingan itu,” kata Husniar. Bhakti Bidan adalah program kerja sama PT Sari Husada dengan Ikatan Bidan Indonesia. Program ini memberikan dana untuk proposal terpilih.

Target utama Husniar meningkatkan kesehatan ibu dan anak yang sekaligus menekan angka kematian ibu dan anak. Programnya tidak muluk-muluk. ”Kami memberi pendampingan dengan langsung berkunjung ke rumah-rumah,” tutur Husniar.

Jadi pendekatan terhadap tokoh masyarakat, tokoh agama, kader desa, kader posyandu, dan kelompok dasawisma pun dilakukan untuk mengikis mitos sedikit demi sedikit. Lewat program puskesmas, kader-kader desa juga dibina.

”Kami juga aktif minta informasi kepada para tokoh dan kader, misalnya kalau ada ibu hamil, ibu melahirkan, dan balita yang perlu perhatian lebih,” katanya. Dengan cara itu, ibu hamil risiko tinggi, anak kurang gizi, dan keluarga tak mampu akan terdeteksi lebih awal.

Program yang selaras dengan Jorong Siaga itu juga menyosialisasikan kartu jaminan kesehatan, baik dari pemerintah pusat maupun daerah, dan juga kartu asuransi kesehatan keluarga miskin.

Jorong Siaga
Husniar menjadi bidan pembina lapangan di Jorong Siguntur, Kecamatan Sitiung, yang memiliki 400 keluarga, sejak 2006. Jorong ini setingkat desa jika di Jawa. ”Pertama kali ke sana saya melihat posyandunya sepi,” katanya.

”Kami harus buka pintu sendiri, membersihkan posyandu sendiri, seolah-olah posyandu punya kami saja,” katanya. Segala upaya dilakukan untuk sosialisasi pentingnya posyandu.
”Sekarang kalau saya pergi ke Posyandu Jorong Siguntur, 100 persen masyarakat sudah mau datang,” katanya.

Husniar juga membantu program bidan desa di sana. Selain punya satu bidan desa, Jorong Siguntur juga punya pusat kesehatan nagari. Tak hanya itu, Jorong Siguntur juga punya empat ambulans desa yang siaga.

Ambulans desa ini bukan seperti ambulans umumnya. ”Ini mobil milik warga yang ditunjuk dan pemiliknya setuju menjadikan mobilnya siap siaga untuk fungsi ambulans,” paparnya.
Tak hanya ambulans, di desa itu juga diperkenalkan tabulin atau tabungan ibu bersalin. Filosofinya sederhana, menyiapkan ibu hamil secara mental dan material agar siap segalanya jika tiba waktunya melahirkan.

”Kalau ada ibu hamil memeriksakan diri, kami minta mulai menabung di kader desa yang ditunjuk. Jadi ketika melahirkan, sudah terkumpul tabungan yang cukup,” kata Husniar.
Jorong Siaga juga mendata calon pendonor darah. ”Jika dibutuhkan, tinggal dijemput,” katanya.
Tiap rumah yang ada ibu hamilnya juga diberi stiker berisi informasi penting. Informasi itu meliputi dengan bidan siapa ibu hamil itu akan melahirkan, siapa yang akan mendampingi nantinya, menggunakan mobil ambulans siapa, siapa yang menanggung dananya, dan siapa donornya jika dibutuhkan.

Dengan pendampingan dari rumah ke rumah, kader-kader desa, mobil ambulans, tabulin, dan donor siaga, praktis segala kemungkinan yang terjadi bisa diantisipasi. Sistem itu terbukti ampuh meningkatkan mutu kesehatan ibu dan anak, sekaligus menekan angka kematian ibu dan anak.

Angka kematian ibu tahun 2007 mencapai 8 orang, tahun 2008 ada 2 orang, dan tahun 2009 nihil. Angka kematian bayi tahun 2007 mencapai 5 bayi, tahun 2008 ada 6 bayi, dan 2009 nihil. Ibu hamil kurang gizi mencapai 5 orang tahun 2007, 2008 sebanyak 6 orang, dan 2009 nihil.
Ibu hamil risiko tinggi tahun 2007 ada 12 orang, tahun 2008 10 orang, dan 2009 turun jadi 2 orang. ”Kunjungan balita ke posyandu meningkat drastis dari 40 persen pada 2007 menjadi 100 persen tahun 2009.”

”Angkanya jadi 100 persen tahun ini karena kalau tak datang ke posyandu, mereka akan kami jemput,” lanjut Husniar, yang masih kuliah di D-4 kebidanan ini.

Jika mendapat kepercayaan, dan modal, ternyata masyarakat madani kita bisa mengonsolidasikan kehidupan masyarakat yang lebih baik. Dari program Bhakti Desa ini, Husniar mendapat penghargaan Terbaik I Srikandi Award 2009 Kategori ”MDGs 5” untuk meningkatkan kesehatan ibu, menyisihkan sekitar 500 proposal dari bidan seluruh Indonesia.

sumber
http://www.dinkes.dharmasrayakab.go.id